Zangi: Aplikasi Pesan yang Diblokir karena Kasus Ammar Zoni

Baru‐baru ini, publik Indonesia digemparkan dengan keputusan Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) untuk memblokir akses aplikasi perpesanan Zangi. Keputusan ini diambil menyusul terungkapnya bahwa aktor Ammar Zoni diduga menggunakan aplikasi tersebut dalam jaringan peredaran narkoba di dalam lapas. Berikut penjelasan lengkap tentang siapa, apa, dan kenapa di balik berita ini.


Apa itu Zangi?

Aplikasi Zangi secara resmi dikembangkan oleh Secret Phone, Inc., perusahaan teknologi yang berbasis di Silicon Valley, Amerika Serikat.
Beberapa karakteristik yang disebut‐sebut oleh pihak Zangi:

  • Registrasi dapat dilakukan tanpa nomor telepon dan tanpa berbagi kontak pribadi. www.Pikiran-Rakyat.com+1
  • Mengklaim sistem enkripsi end‐to‐end dan “zero data collection” — artinya, data pesan tidak disimpan di server dan hanya ada di perangkat pengguna. medcom.id+1
  • Aplikasi ini pernah dipuji sebagai solusi komunikasi privat bagi pengguna yang sangat peduli soal keamanan digital. medcom.id

Namun, justru keunggulan‐keunggulan tersebut yang menurut pihak aparat menjadi “celah” pemanfaatan dalam konteks ilegal.


Kasus Ammar Zoni & Pemanfaatan Zangi

Berikut kronologi singkat berdasarkan hasil penyidikan:

  • Aktor Ammar Zoni ditangani karena diduga terlibat dalam peredaran narkotika, termasuk sabu dan tembakau sintetis, di dalam Lapas Kelas I Salemba, Jakarta Pusat. NTV News+1
  • Dalam jaringan tersebut, komunikasi antara para pelaku berlangsung melalui handphone dan aplikasi Zangi. NTV News+1
  • Menurut aparat, aplikasi dengan fitur‐fitur privasi ekstrim seperti Zangi memungkinkan transaksi dan komunikasi yang sulit dilacak. medcom.id+1
  • Setelah pengungkapan kasus ini, DPR melalui Komisi I mendesak Komdigi untuk segera menindak aplikasi yang dianggap rawan digunakan untuk kejahatan digital. publica-news.com

Alasan Pemblokiran oleh Komdigi

Komdigi secara resmi menyatakan bahwa alasan pemblokiran Zangi adalah sebagai berikut:

  1. Zangi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Privat) di Indonesia. Padahal kewajiban pendaftaran diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020. Katadata+1
  2. Karena belum terdaftar, layanan Zangi dianggap tidak memenuhi aspek regulasi yang ditujukan untuk perlindungan pengguna dan keamanan ruang digital nasional. Katadata+1
  3. Pemutusan akses bukan semata‐mata pembatasan kebebasan, melainkan langkah penegakan aturan agar ekosistem digital tetap aman dan terpercaya bagi masyarakat. Katadata

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyampaikan bahwa keputusan ini adalah bagian dari komitmen pemerintah menjaga tata kelola digital yang sehat. Katadata+1


Implikasi dan Pelajaran yang Bisa Diambil

Keputusan ini membawa beberapa implikasi penting dan pelajaran bagi masyarakat, pengguna aplikasi, dan pengembang layanan digital:

  • Keamanan vs. Potensi Penyalahgunaan: Aplikasi dengan tingkat privasi tinggi memang dibutuhkan, namun apabila tanpa regulasi yang jelas bisa menjadi sarana bagi aktivitas ilegal. Kasus ini memperlihatkan bahwa teknologi “aman” bisa juga dipakai untuk maksud yang salah.
  • Regulasi Penting di Era Digital: Kasus ini menegaskan bahwa setiap layanan digital yang beroperasi di Indonesia harus mematuhi regulasi pendaftaran PSE, agar hak pengguna dilindungi.
  • Pengguna Perlu Cermat: Sebagai pengguna aplikasi, penting untuk memahami hak kita, fitur aplikasi yang kita gunakan, dan memastikan aplikasi tersebut legal serta terdaftar di Indonesia jika beroperasi di sini.
  • Pemerintah dan Penegak Hukum Bekerja Sama: Pembentukan sinergi antara Komdigi, kepolisian, dan lembaga pemasyarakatan menjadi kunci untuk mengawasi dan menindak layanan yang disalahgunakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *